Sejak abad VII, banyak terdapat pemerintahan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah (Central Java), yaitu: Kerajaan Budha Kalingga, Jepara yang diperintah oleh Ratu Sima pada tahun 674. Menurut naskah/prasasti Canggah tahun 732, kerajaan Hindu lahir di Medang Kamulan, Jawa Tengah dengan nama Raja Sanjaya atau Rakai Mataram. Dibawah pemerintahan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya, ia membangun Candi Rorojonggrang atau Candi Prambanan. Kerajaan Mataram Budha yang juga lahir di Jawa Tengah selama era pemerintahan Dinasti Syailendra, mereka membangun candi-candi seperi Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Kalasan dll.
Pada abad 16 setelah runtuhnya kerajaan Majapahit Hindu, kerajaan Islam muncul di Demak, sejak itulah Agama Islam disebarkan di Jawa Tengah. Setelah kerajaan Demak runtuh, Djoko Tingkir anak menantu Raja Demak (Sultan Trenggono) memindahkan kerajaan Demak ke Pajang (dekat Solo). Dan menyatakan diri sebagai Raja Kerajaan Pajang dan bergelar Sultan Adiwijaya. Selama pemerintahannya terjadi kerusuhan dan pemberontakan. Perang yang paling besar adalah antara Sultan Adiwijaya melawan Aryo Penangsang. Sultan Adiwijaya menugaskan Danang Sutowijaya untuk menumpas pemberontakan Aryo Penangsang dan berhasil membunuh Aryo Penangsang. Dikarenakan jasanya yang besar kepada Kerajaan Pajang, Sultan Adiwijaya memberikan hadiah tanah Mataram kepada Sutowijaya. Setelah Pajang runtuh ia menjadi Raja Mataram Islam pertama di Jawa Tengah dan bergelar Panembahan Senopati.
Di pertengahan abad 16 bangsa Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia dalam usaha mencari rempah-rempah yang akan diperdagangkan di Eropa. Pada saat yang sama, bangsa Inggris dan kemudian bangsa Belanda datang ke Indonesia juga. Dengan VOC-nya bangsa Belanda menindas bangsa Indonesia termasuk rakyat Jawa Tengah baik dibidang politik maupun ekonomi.
Di awal abad 18 Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Pakubuwono II, setelah beliau wafat muncul perselisihan diantara keluarga raja yang ingin memilih/menunjuk raja baru. Perselisihan bertambah keruh setelah adanya campur tangan pemerintah Kolonial Belanda pada perselisihan keluarga raja tersebut. Pertikaian ini akhirnya diselesaikan dengan Perjanjian Gianti tahun 1755. Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua kerajaan yang lebih kecil yaitu Surakarta Hadiningrat atau Kraton Kasunanan di Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kraton Kasultanan di Yogyakarta.
====================
Daerah Istimewa Surakarta (DIS) adalah daerah otonomi khusus (daerah istimewa) yang secara de facto pernah ada antara Agustus 1945 sampai Juli 1946. Penetapan status otonomi khusus ini dalam kurun waktu tersebut tidak pernah ditetapkan dengan sebuah Undang-undang tersendiri berdasarkan pasal 18 UUD yang asli, tetapi hanya dengan Piagam Penetapan Presiden tanggal 19 Agustus 1945 dan UU No 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah.
Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran pada 18-19 Agustus mengirimkan ucapan selamat kepada Sukarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya pada 1 September 1945, empat hari sebelum Yogyakarta, SISKS Pakubuwana XII dan KGPAA Mangkunagara VIII, secara terpisah mengeluarkan dekret resmi kerajaan. Lima hari kemudian, 6 September 1945, kedua monarki mendapat Piagam Penetapan dari Presiden Indonesia.
Wilayah DIS meliputi:
Wilayah Kasunanan yang terdiri atas: a. Kabupaten Surakarta (Kota Surakarta sekarang (dikurangi kecamatan Banjarsari, kelurahan Kerten, kelurahan Jajar dan kelurahan Karangasem di kecamatan Laweyan, kelurahan Mojosongo di kecamatan Jebres) ditambah Kabupaten Sukoharjo), b. Kabupaten Klaten (termasuk eksklave Kotagede dan Imogiri), c. Kabupaten Boyolali, d. Kabupaten Sragen.
Wilayah Mangkunegaran yang terdiri atas: a. Kabupaten Karanganyar (dikurangi kecamatan Colomadu dan kecamatan Gondangrejo), b. Kabupaten Wonogiri (termasuk eksklave Ngawen), dan c. Kabupaten Kota Mangkunegaran.
Tidak pernah ada suatu peraturan yang menyebutkan mengenai kedudukan DIS, apakah setingkat provinsi (seperti DIY) ataukah setingkat Kabupaten (seperti DI Kutai, DI Berau, dan DI Bulongan). Dengan demikian tidak dapat diketahui secara jelas bagaimana kedudukan DIS. Pemerintahan di DIS terbagi menjadi dua tahapan selama kurun waktu Agustus 1945 sampai Juli 1946. Masing-masing tahapan memperlihatkan suatu perbedaan yang cukup signifikan. Dalam usia yang cukup singkat, DIS tidak lepas dari pelbagai pergolakan politik. Dua aspek yang cukup menonjol adalah pergolakan monarki dan pergolakan anti monarki.
Pembekuan dan pengapusan status daerah istimewa tak terlepas dari munculnya revolusi sosial berupa gerakan anti swapraja di Surakarta, yang berlangsung serentak dengan Revolusi Sosial Sumatera Timur. Seperti halnya Revolusi Sosial Sumatera Timur, gerakan antiswapraja Surakarta hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan anti-feodalisme. Pada saat didirikannya Daerah Istimewa Surakarta, Dokter Muwardi (bukan orang yang sama dengan Moewardi) mempunyai pengaruh lebih kuat dibanding Pakubuwana XII, yang dianggap tidak mempunyai pengalaman dalam mengurus masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, kurang memiliki wattak yang serius dan keberanian untuk mengambil keputusan serta tidak memahami kekuatan-kekuatan revolusi yang sedang bergerak ke arah demokrasi barat dan kedaulatan rakyat. Kondisi ini diperburuk dengan hubungan yang tidak harmonis antara Kesunanan Surakarta dengan Mangkunegaran.
Gerakan antiswapraja meluas menjadi aksi massa. Kesatuan Barisan Banteng (BB) yang dipimpin Muwardi menculik Sunan, kanjeng Ratu dan Soerjohamidjojo pada bulan Januari 1946 menuntut agar Sunan bersedia disejajarkan dengan pemimpin rakyat lainnya dengan panggilan “Bung”. Selain itu, mereka juga menuntut Sunan untuk melepas kekuasaan politiknya dan bergabung dengan Pemerintah Republik. Kondisi semakin genting di Surakarta memuncak kala Sutan Syahrir diculik oleh kaum oposisi republik pimpinan Tan Malaka. Setelah dilakukan penculikan, segelintir pasukan oposisi berupaya menyerang istana presiden di Yogyakarta, tetapi berhasil digagalkan.
Untuk mengatasi keadaan genting tersebut pemerintah mengeluarkan UU No. 16/SD/1946 yang memutuskan bahwa Surakarta menjadi daerah karesidenan di bawah seorang residen dan merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Menteri dalam negeri melalui keputusan tanggal 3 Maret 1950 menyatakan bahwa wilayah Kesunanan dan Mangkunegaran secara adminiatratif menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah. Kedua aturan tersebut mengakhiri status istimewa Surakarta.
====================
Sampai sekarang daerah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950. Desa Sumbung menjadi bagian dari “subdistrict” Cepogo dan “districk” Boyolali yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah.
====================
Pada zaman penjajahan Belanda, Desa Sumbung adalah salah satu lokasi perkebunan kopi milik Belanda di Pulau Jawa, dengan luas sekitar 25 hektar. Di tempat tersebut terdapat sembilan “sendang” atau mata air yang merupakan sumber kebutuhan utama air bagi perkebunan kopi. Setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, perkebunan kopi yang dikelola Belanda tersebut dinasionalisasikan menjadi pemukiman penduduk. Pemukiman di sekitar daerah mata air yang ketujuh dinamakan dengan Desa Sumbung.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2023
Tahun 2024
Secara geografis, Desa Sumbung berada pada ketinggian ±926 meter diatas permukaan laut sehingga merupakan daerah dataran tinggi. Banyaknya curah hujan adalah ±2.000 mm/tahun serta suhu udara rata-rata adalah 15º-28º Celcius. Jarak antara Kantor Desa Sumbung ke Kecamatan Cepogo ±1 km, ke kota Kabupaten Boyolali berjarak ±10 km dan ke Bandara terdekat (Adi Sumarmo) ±35 km. Desa Sumbung merupakan daerah penghasil susu sapi perah dan mayoritas mata pencaharian penduduk bergerak pada sektor pertanian dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara: Desa Mliwis, Cepogo, Boyolali
- Sebelah Timur: Desa Paras, Cepogo, Boyolali
- Sebelah Selatan: Desa Kembangsari, Musuk, Boyolali
- Sebelah Barat: Desa Gedangan, Cepogo, Boyolali
Desa Sumbung terdiri dari 3 (tiga) Dusun, 3 (tiga) Rukun Warga (RW) dan 17 (tujuh belas) Rukun Tetangga (RT) / Dukuh sebagai berikut:
- Dusun 1 (RW.001):
- Dukuh Sambirejo (RT.007/RW.001)
- Dukuh Sidoharjo (RT.008/RW.001)
- Dukuh Tegalarum (RT.009/RW.001)
- Dukuh Jetak (RT.010/RW.001)
- Dukuh Jetis (RT.011/RW.001)
- Dusun 2 (RW.002):
- Dukuh Sumbung (RT.001/RW.002)
- Dukuh Tegalrejo (RT.002/RW.002)
- Dukuh Sendangrejo (RT.003/RW.002)
- Dukuh Tunggul Wulung (RT.004/RW.002)
- Dukuh Sukorejo (RT.005/RW.002)
- Dukuh Sokogede (RT.006/RW.002)
- Dusun 3 (RW.003):
- Dukuh Sidomulyo (RT.012/RW.003)
- Dukuh Candiroto (RT.013/RW.003)
- Dukuh Sidorejo (RT.014/RW.003)
- Dukuh Ngingas (RT.015/RW.003)
- Dukuh Plukisan (RT.016/RW.003)
- Dukuh Gudang (RT.017/RW.003)
Tenaga kesehatan di Desa Sumbung pada Tahun 2025 terdiri dari bidan desa 1 orang, dukun bayi 2 orang, 7 Posyandu, 17 Pos Kesehatan Desa dan 35 orang Kader Posyandu yang aktif berkegiatan hingga saat ini. Angka kunjungan ke institusi kesehatan juga termasuk tinggi, yaitu 100 kunjungan/ tahun.
====================
#desasumbung
#pemdessumbung
꧁ꦄꦝ꧀ꦩꦶꦤ꧀ꦝꦺꦱ꧀ꦱꦸꦩ꧀ꦧꦸꦁ꧂
====================